Jumat, 17 Oktober 2008

Indikasi Munafik

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam bersabda:

“Tanda-tanda keimanan seseorang ialah mencintai Al-Anshar (para shahabat Nabi yang tinggal di Madinah ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam hijrah), dan tanda-tanda kemunafikan seseorang ialah mencela Al-Anshar”. (HR. Bukhari no. 3784 dan Muslim no. 74)

Dan sabdanya Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam:

“Tidaklah mencintai para shahabatku dari kalangan Anshar melainkan dia seorang mukmin, dan tidaklah membencinya melainkan seorang munafik”. (HR. Bukhari no. 3783 dan Muslim no. 75)

Berkata Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullah berkenaan dengan riwayat-riwayat diatas:

Termasuk prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ialah menjaga hati-hati mereka dan lisan-lisan mereka dari para shahabat Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam. Yakni menjaga hati mereka dari perasaan benci, dengki dan dendam serta berbagai bentuk ketidaksenangan. Juga menjaga lisan-lisan mereka dari segenap perkataan yang tidak pantas ditujukan kepada para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum.

Maka hati Ahlus Sunnah Wal Jama’ah selamat dari itu semua, dan mengisi hati mereka dengan penuh kecintaan, kemuliaan dan pengagungan terhadapa para shahabat Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam dengan sepantasnya. Maka Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mencintai para shahabat Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam dan mengutamakan mereka atas segenap manusia. Karena mencintai mereka sebagai bentuk ekspresi kecintaan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam, dan mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam sebagai wujud kecintaan kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Lisan-lisan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah selalu dibasahi dengan sanjungan dan pujian, keridhaan, kasih sayang, serta permohonan ampun (istighfar) atas para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum.

Dan termasuk dari keutamaan para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum ialah bahwa generasi mereka merupakan generasi terbaik dari generasi kehidupan manusia yang ada dimuka bumi, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam:

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku (yakni para shahabat Nabi), kemudian generasi setelahnya (Tabi’in yakni murid-murid shahabat Nabi), kemudian generasi setelahnya (Tabi’it Tabi’in yakni murid-murid Tabi’in)”. (HR. Bukhari)

Para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum menjadi perantara (penyambung lidah) antara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam dengan ummatnya dalam menyampaikan risalah dakwah. Dimana mereka Radhiyallahu ‘anhum mendiktekan keterangan kepada ummat tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan Asy-Syari’ah (ketentuan agama). Dan mereka Radhiyallahu ‘anhum turut berperan dalam peristiwa-peristiwa bersejarah kegemilangan Islam.

Para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum juga berperan dalam menyebarkan syi’ar-syi’ar Islam dan keutamaan-keutamaan ajarannya ditengah ummat; berupa kejujuran, ketulusan, akhlaq serta adab prilaku mulia, yang tidak didapati pada selain mereka.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam memberikan pujian yang khusus terhadap mereka para shahabatnya Radhiyallahu ‘anhum, sebagaimana sabdanya:

“Janganlah kalian mencela para shahabatku, demi jiwaku yang berada di tangan-Nya; seandainya kalian berinfaq dengan satu gunung uhud emas; sungguh kalian tidak akan dapat menandingi seorang pun dari mereka, pun tidak setengahnya”.

Yang diajak bicara Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam dalam riwayat diatas ialah Khalid Bin Walid, ketika terjadi sesuatu antara dia dengan Abdurrahman Bin ‘Auf Radhiyallahu ‘anhu yakni disaat terjadinya pertikaian pada Bani Khuzaimah; maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa 'Ala Aalihi Wasallam berkata:

“Janganlah kalian mencela shahabatku…”

Tidak diragukan lagi bahwa Abdurrahman Bin ‘Auf dan semisalnya lebih utama daripada Khalid Bin Walid, karena Abdurrahman Bin ‘Auf lebih dulu masuk Islam.

Maka tidak halal bagi seorangpun mencela para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum secara keumumannya, dan tidak pula halal mencela seorangpun dari mereka secara khusus. Karena mencela para shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum secara keumumannya merupakan bentuk kekafiran; dan tidak ada keraguan dalam mengkafirkan orang yang ragu dalam mengkafirkannya. Adapun jika mencela mereka secara khusus (personal), maka perlu ditelusuri motif pencelaannya. Terkadang ada orang yang mencela shahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhu dari sisi fisiknya atau mungkin juga dari sisi agamanya, alhasil setiap orang dalam perkara ini dihukumi dengan tanpa unsur kesombongan.

Kalau Anak Selalu Dibentak

“Bid…ayo mandi! Disuruh mandi saja kok malas amat!” bentak ibu Abid (7) seraya menyeret paksa anaknya yang sedang asyik bermain.

“Fatma…jangan dekati kompor itu! Bahaya, tahu!” Bentak ayah Fatma yang memergoki putrinya (2) sedang mengutak-atik kompor minyak. Ketika bocah kecil itu menangis mendengar bentakan ayahnya, sang ayah malah kembali membentak, “Heh…diam!” Si kecil pun semakin ketakutan.

Membentak anak, sepertinya sudah menjadi kebiasaan sebagian orang tua. Saat melihat anak melakukan kesalahan, atau ketidakpatuhan, orang tua memang sering dibuat jengkel. Secara refleks, karena emosi, orang tua sering bermaksud ‘menasihati’, tapi diucapkan dengan nada tinggi. Kebiasaan ini juga lebih sering dilakukan oleh orang tua yang temperamental.

Pertanyaannya, efektifkah menasihati anak dengan bentakan? Tentu tidak, sebab kalau anak terlalu sering dibentak, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang minder, tertutup, bahkan pemberontak. Ia pun bisa menjadi temperamental dan meniru kebiasaan orang tuanya, suka membentak.

Dalam Nikah edisi Juni 2006 sudah dibahas cara menasihati anak secara efektif (Menegur Perilaku, Menghargai Pelaku). Pada edisi kali ini, akan dipaparkan beberapa akibat bila anak terlalu sering menerima bentakan. Selain itu, akan dibahas pula bagaimana kiat menumbuhkan kepatuhan.

SALAH KAPRAH ORANG TUA

Seringkali orang tua baru bertindak ketika kesalahan telah dilakukan oleh anak. Bukan mencegah, mengarahkan, dan membimbing sebelum kesalahan terjadi.

Seharusnya orang tua mempertimbangkan tingkat perkembangan kejiwaan anak, sebelum membuat aturan. Jangan menyamakan anak dengan orang dewasa. Orang tua hendaknya menyadari bahwa dunia anak jauh berbeda dengan orang dewasa. Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak dinilai salah atau benar, patuh atau melanggar, jangan pernah menggunakan tolok ukur orang dewasa.

Harus diakui, orang tua yang habis kesabarannya sering membentak dengan kata-kata yang keras bila anak-anak menumpahkan susu di lantai, terlambat mandi, mengotori dinding dengan kaki, atau membanting pintu. Sikap orang tua tersebut seperti polisi menghadapi penjahat. Sebaliknya, orang tua sering lupa untuk memberikan perhatian positif ketika anak mandi tepat waktu, menghabiskan susu dan makanannya, serta memberesi mainannya. Padahal seharusnya, antara perhatian positif dengan perhatian negatif harus seimbang.

PENGARUH TERHADAP ANAK

Anak-anak yang sering diberi perhatian negatif, apalagi dengan teguran keras atau bentakan, akan mudah tertekan jiwanya. Kemungkinan ia bisa berkembang menjadi anak yang:

- Minder

Bila anak selalu dicela dan dibentak, dan tak pernah menerima perhatian positif saat ia melakukan kebaikan, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri atau minder. Akan tertanam dalam jiwanya bahwa ia hanyalah anak yang selalu melakukan kesalahan, tidak pernah bisa berbuat kebaikan atau menyenangkan orang lain. Akibatnya, ia sering ragu-ragu atau tidak percaya diri untuk melakukan atau mencoba sesuatu karena takut salah. Misalnya, ia jadi tidak pede untuk mengaji atau membaca Al-Quran, gara-gara orang tuanya selalu membentaknya bila mendengar bacaannya salah.

- Cuek/ tidak peduli

Anak yang selalu dibentak juga bisa berkembang menjadi anak yang cuek dan tidak peduli. Akibat sudah terlalu sering menerima bentakan, ia malah jadi apatis, tidak peduli. Ia pun sering mengabaikan nasihat orang tuanya. Mungkin saat dibentak atau dimarahi ia terlihat diam mendengarkan, tapi sesungguhnya kata-kata orang tuanya hanya dia anggap angin lalu. Masuk ke telinga kanan lalu keluar lewat telinga kiri.

- Tertutup

Orang tua yang temperamental dan suka membentak, tentu akan menakutkan bagi anak. Ya, anak menjadi takut pada orang tuanya sendiri, sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Ia tak pernah mau berbagi cerita dengan orang tuanya. Buat apa berbagi kalau nanti ujung-ujungnya ia akan disalahkan? Dengan demikian, komunikasi antara orang tua dan anak tidak bisa berjalan lancar. Hal ini tentu berbahaya, karena bila menghadapi masalah dan hanya disimpan sendiri, jiwa anak bisa sangat tertekan.

- Pemberontak/ penentang

Anak yang bersikap menentang bisa digolongkan dalam 3 tipe.

Pertama, tipe penentang aktif. Mereka menjadi anak yang keras kepala, suka membantah dan membangkang apa saja kehendak orang tua. Mereka marah karena merasa tidak dihargai oleh orang tua. Untuk melawan jelas tak bisa, karena ia hanya seorang anak kecil. Maka ia pun berusaha menyakiti hati orang tuanya. Ia akan senang bila melihat orang tuanya jengkel dan marah karena ulahnya. Semakin bertambah emosi orang tua, semakin senanglah ia.

Kedua, tipe penentang dengan cara halus. Anak-anak ini jika diperintah memilih sikap diam, tapi tidak juga memenuhi perintah. Sebagaimana Abid yang disuruh mandi oleh ibunya, tapi tak juga mau beranjak dari tempatnya bermain. Saat ia ditinggalkan sendiri di kamar mandi pun, ia tidak segera mandi, malah bermain air atau kapal-kapalan.

Ketiga, tipe selalu terlambat. Anak seperti ini baru mengerjakan suatu perintah setelah terlebih dahulu melihat orang tuanya jengkel, marah, dan mengomel atau membentak-bentak karena kemalasannya. Misalnya Angga yang belum mau beranjak dari tempat tidurnya bila belum dibentak atau diomeli ibunya.

- Pemarah, temperamental dan suka membentak

Anak sering meniru sikap orang tuanya. Bila orang tua suka marah atau ‘main bentak’ karena sebab-sebab sepele, maka anak pun bisa berbuat hal yang sama. Jangan heran bila anak yang diperlakukan demikian, akan berlaku seperti itu terhadap adiknya atau teman-temannya.

BAGAIMANA MENUMBUHKAN KEPATUHAN?

Setelah jelas bila bentakan tidak efektif untuk menumbuhkan kepatuhan, bahkan berpengaruh negatif bagi kepribadian anak, lalu bagaimanakah cara yang baik untuk menumbuhkan kepatuhan?

- Beri penjelasan pada anak

Jelaskan pada anak dengan bahasa yang ia mengerti, mengapa suatu hal diperintahkan dan hal lain dilarang. Jangan sekali-sekali memberi keterangan dusta dalam hal ini.

- Perintahkan sebatas kemampuannya

Perintah di luar kesanggupan dan kemampuan anak justru bisa menyebabkan krisis syaraf (neurotic) dan buruk perangai. Ada pepatah mengatakan, “Jika engkau ingin ditaati, maka perintahkanlah apa yang dapat dipenuhi.” Sebaiknya perintah itu dibagi-bagi dan tuntutan pelaksanaannya pun bertahap.

Untuk mengetahui sampai di mana batas kemampuan anak sesuai perkembangan usianya, diperlukan pengetahuan tersendiri. Sebaiknya orang tua memahami perkembangan anak ini.

- Tidak berdusta atau menakut-nakuti

Kadang orang tua mengatakan akan membelikan ini atau itu jika anak mematuhi perintahnya, tapi ternyata setelah anak patuh, orang tua tidak menepati janjinya. Itu berarti orang tua berdusta, dan bisa jadi anak tidak akan percaya lagi pada orang tuanya. Kedustaan seperti ini harus dihindari.

Selain itu, orang tua juga sering menakut-nakuti anak dengan sesuatu yang seharusnya berguna baginya. Itu dilakukan karena ingin anaknya segera memenuhi perintah mereka. Misalnya menakut-nakuti anak dengan dokter, suntikan dan sebagainya. Ketakutan anak pada hal-hal tersebut bisa terbawa hingga ia dewasa.

- Jangan bertentangan dengan naluri anak

Gharizah atau naluri adalah kekuatan terpendam dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan beberapa pekerjaan tanpa berlatih terlebih dahulu.

Janganlah orang tua melarang anak bermain, atau membongkar dan memasang sesuatu. Jangan pula melanggar kebiasaan anak kalau tidak ingin mereka menggunakan jerit tangis sebagai senjatanya.

Lebih baik gharizah itu diarahkan sedemikian rupa sehingga anak bisa mengatur dirinya sendiri. Misalkan diberi perintah, “TPA nanti mulai ba’da asar lho, sekarang kan udah setengah tiga. Adik udah aja ya mainnya, dilanjutin besok aja, sekarang mandi dulu, kan udah mau adzan…”.

Ungkapan itu tidak melarang anak bermain, dan tidak melanggar kebiasaan mereka bermain di tengah hari. Pemberian ‘masa terbatas’ ini dimaksudkan agar anak bisa mengatur jadwal kegiatannya sendiri, dan akan sangat menolong untuk melatih anak disiplin waktu. Selain itu mereka merasa dianggap mampu untuk mengatur dirinya sendiri tanpa harus didikte begini dan begitu. (Oel)

Referensi: Mendidik dengan Cinta, Irawati Istadi. Pustaka Inti.

Komentar

Tambah Baru Pencarian

Eny Subandri - Kalau anak selalu dibentak

Menjadi seorang ibu yang baik tidaklah mudah, banyak hal yang membuat semakin temperamental terkadang beban rumah tangga dengan bermacam problema yang harus kita selesaikan sendiri.....karena kan enggak semua masalah bisa kita pecahkan bareng suami....dan suami akan cenderung "semua urusan di rumah, urusan sekolah, bahkan sampe bayar rekening listrik ataupun telepon " adalah urusan si ibu....kasihan dech, belum lagi tambahan masalah /tugas-tugas dari kantor- problem bagi wanita karier...wah membuat kita semakin mumetdan muuuumeeet,

apalagi ditambah dengan anak yang enggak nurut...., kita maunya mrintah...tanpa basa basi ungkapan kasih

dan maunya si anak nuruti maunya kita dengan tanpa banyak tanya....sedangkan si anak maunya di LEM dulu....disayang, disapa dengan sapaan yang akrab dan jauh dari kesan perintah....kita terkadang lupa bahwa anak kita punya jati diri, punya harga diri dan bukan balita lagi....dia begitu unik....dan kita perlu menyiasati agar hilang kesan

"Komandan ataupun Bos yang menyeramkan" bagi anak-anak kita.....

Anonymous

alhamdulilllah rubriknya dan tausiyah yang mudah2han bermanfaat bagi kita semua mudah 2han kita bisa merobah sedikit sedikit atas kebiasaan jelek atas putra putri kita, walau manusia sebenarnya punya bakat dan sipat masing2 sejak lahir, yang susah di robah walau sudah banyak ilmunya.

aishaa - Belum terlambatkah??

Kalau saya selama ini sering membentak anak, belum terlambatkah untuk sy merubah perilaku/ cara mendidik ? anak sy umur hampir 6 thn. dan cara apa yg efektif untuk mengghilangkan image tersebut?

jazakillah.

sigit - Kreatifitas anak

Subhanallah..

Bahagianya menjadi orang tua.Anak adalah amanah yg harus di bina, di didik serta di awasi dalam membangun pola pikir, sepatutnya kita sebagai orang tua harus bijak dalam memahami perbuatan dan tingkah laku anak dalam masa pertumbuhan saat ini. ada waktu yang tepat dalam mengawasi serta harus membentak mereka jika sudah terlewat batas,tapi dengan catatan kita harus memberi contoh dg benar di depan mereka dan jangan membiarkan anak berlarut dg ketakutan atas sikap kita terhadap mereka. insyaalloh

misyani - Kalau Anak Selalu Dibentak

saya punya keopnakan yang masya Allah aktif banget alhamdulialah kadang bikin jengkeeeel buanyak orang... ortunya dan banyak keluarga kami mulai membentak dia saking jengkel... aku jadi kasihan dan terimakasih sudah membuat kami tahu ini... sekarang bagaimana memberi tahu ke ortunya ini yang menjadi pikiran saya....

Ryan - Kalau Anak Selalu Dibentak

Ternyata orang tua juga harus banyak belajar dan saling berbagi pengalaman dengan yang lain. Juga praktek ....Semoga kita semua bisa mendidik dengan lebih baik.

Abu Umamah

Ana merasa anak adalah ujian, fitnah. Yah...sabar aza dengan kelakuan anak. Ditegur seperlunya. Didoakan semoga suatu saat berubah....semoga ending nya bisa jadi ahli tauhid. Yang bisa ana sampaikan, orang yang terlalu sering membentak, bentakannya tidak akan mempan lagi. Tapi bagi orang yang jarang membentak, selalu lemah lembut, suatu saat membentak akan memberikan "pressure" yang hebat. Yang lebih baik adalah, selalu dalam keadaan lemah lembut. Ingat kan haditsnya....Allohu a'lam. Semoga bermanfaat

Istri Shalihah Penyejuk Hati

Dengan wajah lesu dan tatapan penuh kekecewaan, seorang suami mengadukan permasalahan yang sedang dia hadapi bersama istrinya kepada salah seorang sahabatnya yang mengerti agama.

“Saya hampir tidak pernah menikmati kecantikan istri saya yang sebenarnya dia miliki, “kata si suami mengawali pengaduannya. Istrinya hanya mau berdandan bila akan ke pesta atau sekedar jalan-jalan. Tetapi si istri tidak punya kebiasaan seperti itu bila tidak keluar, bahkan dianggapnya lucu karena bukan pada tempatnya untuk berdandan di rumah. Begitulah kira-kira isi keluhan si suami. Sahabatnya menasehati. “Tunaikanlah hak istrimu yaitu didiklah ia dengan ajaran agama, agar mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya, bersabar dan banyaklah berdoa pada Allah. “Suami itu tersentak sadar bahwa meskipun perjalan rumah tangganya dengan sang istri telah membuahkan lima anak dia sama sekali belum menunaikan hak istri yang satu ini.

Istri Shalihah

Ingin selalu tampil cantik dihadapan lawan jenisnya sudah menjadi kesenangan tersendiri bagi umumnya wanita. Namun kenyataan yang ada sekarang sering istri berpikir terbalik. Didalam rumah dan dihadapan suaminya, istri merasa tidak begitu perlu untuk tampil dengan dandanan yang cantik dan memikat. Namun jika keluar rumah segalanya dipakai; baju yang bagus, aksesoris indah, make-up yang mencolok dan parfum yang semerbak turut melengkapi agar dapat tampil wah.

Lalu bagaimana cara menyelamatkan keadaan yang terbalik ini?
dengan penuh kemantapan dan tanpa ragu sedikitpun, jawabannya adalah kembali kepada ketentuan syari’ah islam dan tidak ada alternatif lain. Islam telah memberikan bimbingan, bagaimana menjadi istri yang shalihah, sebagaimana ciri-cirinya telah disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam. Bahwa beliau bersabda:

“Apabila diperintah ia taat, apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.” (HR.Ahmad dan An-Nasa’i, di Hasan-kan oleh Albani dalam Irwa’ no.1786)

Kalau kita lihat tuntunan islam diatas, ternyata bukanlah suatu yang sulit untuk dilaksanakan. Siapa pun bisa melakukannya. Disamping itu istri yang mempunyai tiga ciri diatas memiliki kedudukan yang tinggi dihadapan Allah, dan diibaratkan sebagai perhiasan dunia yang terbaik; sebagaimana yang dinyatakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam:

“Dunia adalah perhiasan (kesenangan) dan sebaik-baik perhiasan (kesenangan) dunia adalah wanita (istri) shalihah.” (HR.Muslim dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash)

Diniatkan untuk Ibadah

Seorang istri yang baik akan berusaha untuk melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Walaupun terkadang timbul perasaan malas atau berat untuk melaksanakan sesuatu yang menjadi kewajibannya, tetapi hendaknya diingat bahwa keridhaan suami lebih diutamakan diatas perasaannya. Lihatlah apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam ketika Aisyah Radhiyallahu ‘anha bertanya:

“Siapa diantara manusia yang paling besar haknya atas (seorang) istri?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam menjawab, “Suaminya.. “ (HR. Hakim dan Al-Bazzar)

Dengan taat kepada suami dan tentunya dengan menjalankan kewajiban agama lainnya, dapat mengantarkan istri kepada surga-Nya. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam telah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan di shahihkan oleh Al-Albani:

“Bila seorang wanita telah mengerjakan shalat lima waktu dan berpuasa pada bulan Ramadhan dan memelihara kemaluannya serta taat kepada suaminya, maka kelak dikatakan kepadanya: “masuklah dari pintu surga mana saja yang engkau inginkan.”

Kemudian hendaklah istri mengingat akan besarnya hak suami atas dirinya, sampai-sampai seandainya dibolehkan sujud kepada selain Allah maka istri diperintahkan untuk sujud kepada suaminya. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam:

“Andaikan saja dibolehkan seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Tirmidzi: Hasan Shahih)

Terlalu banyak peluang bagi seorang istri untuk beribadah kepada Allah dalam rumah tangganya dan terlalu mudah dalam memperoleh pahala dalam kehidupan suami istri. Namun sebaliknya terlalu mudah pula seorang istri terjerumus kepada dosa besar kalau melanggar ketentuan yang telah Allah gariskan. Yang perlu diingat oleh istri ialah agar berupaya mengikhlaskan niat hanya untuk Allah dalam melaksanakan kewajibannya sepanjang waktu.

Menyenangkan Hati Suami

Apabila diperintah oleh suaminya, istri diwajibkan untuk mentaati. Dan apabila suaminya tidak ada dirumah, istri harus pandai menjaga dirinya dan kehormatannya serta menjaga amanah harta suaminya. Istri yang demikian ini akan dijaga oleh Allah sebagaimana Firman-Nya:

“ ..maka wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisa’: 34)

Adapun kriteria pertama dan ciri-ciri shalihah; Imam As-Sindi mengatakan dalam bukunya Khasyiah Sunan Nasai juz 6 hal 377: “Menyenangkan bila dipandang itu artinya indahnya penampilan secara dzahir serta akhlaq yang mulia. Juga terus menerus menyibukkan diri dalam taat dan bertaqwa kepada Allah.”

Banyak hal yang dapat menyenangkan hati suami, diantaranya: penampilan diri agar enak dipandang, dan berbicara dengan menggunakan tutur yang menyenangkan serta dalam hal pengaturan rumah mampu menciptakan suasana bersih dan nyaman.

a. Penampilan Diri

Umumnya suami lebih sering keluar rumah untuk menunaikan tugasnya apakah itu bekerja mencari nafkah ataukah berdakwah, sementara kita tahu keadaan di luar, sangat mudah sekali pandangan mata menjumpai wanita yang berpakaian minim dan menyebarkan aroma wewangian. Sekalipun seorang istri percaya suaminya akan berusaha memalingkan wajah dan menundukkan pandangannya karena takut dosa, namun laki-laki yang normal mungkin dapat tergoda melihat aurat yang haram tersebut. Diakui atau tidak, hal ini sangat mungkin terjadi.

Bagaimana seandainya istri merasa tidak perlu untuk tampil cantik dihadapan suami dengan alasan tidak adanya waktu karena telah tersibukkan dengan anak dan urusan rumah, apalagi bila tidak ada pembantu. Sehingga dengan penampilan seenaknya dan terkadang (maaf) menyebarkan aroma yang kurang sedap ketika menyambut suaminya yang baru datang dari luar.

Berpakaian model apapun yang diingini dan disenangi suami dibolehkan dalam syariat islam dan tidak ada batasan aurat antara istri dan suaminya. Dandanan yang memikat dan aroma parfum yang harum akan menjaga dan memagari suami dari maksiat. Mata suami akan tertutup dari melihat pemandangan haram di luar rumah bila mata itu dipuaskan oleh istrinya dalam rumah. Jika istri tidak dapat memuaskan atau menyenangkan suami sehingga suaminya sampai jatuh dalam kemaksiatan (tertarik melihat pemandangan haram di luar rumah) maka berarti si istri turut berperan membantu suaminya bermaksiat kepada Allah.

b. Berbicara yang Enak

Pada saat suami istri duduk-duduk sambil berbincang tentang barbagai hal, hendaknya istri memlilih ucapan yang baik dengan tutur kata yang indah dan lembut serta sedapat mungkin menghindari pembicaraan yang tidak disukai oleh suami. Demikian pula ketika suami berbicara istri sebaiknya mendengarkan dengan penuh perhatian dan tidak memotong pembicaraan suami.

c. Pengaturan Rumah

Penting juga diperhatikan penataan rumah yang baik, bersih dari najis dan terhindar dari aroma yang kurang sedap. Walhasil, ciptakan suasana rumah yang menjadikan suami betah berada di dalamnya. Untuk membuat penampilan lebih menarik tidak harus dengan wajah yang cantik, demikian juga untuk membuat rumah bersih dan rapih tidak harus dengan harga yang mahal. Insya Allah semuanya bisa dilaksanakan dengan mudah selama ada keinginan dan diniatkan ikhlas untuk mencari ridha Allah. Bukankah segala sesuatu yang baik itu akan bernilai ibadah bila diniatkan hanya untuk Allah?

Kisah Selembar Kain

Dahulu hanya ada 1 lembar kain putih, tidak mempunyai warna dan motif. Lalu sebagian umat membelahnya sebagian dan diwarnainya dengan warna biru, karena menurut pandangannya biru itu seperti laut dan laut itu lebih luas dari daratan maka dia mengganggapnya warna terbanyak.

Sebagian umat yang lain membelah kembali kain putih tersebut dan diwarnainya dengan warna hijau, karena menurut mereka warna hijau adalah warna alam dan yang paling menyejukan.

Sebagian umat yang lain membelah kembali kain putih tersebut dan diwarnainya dengan warna kuning, karena menurut mereka kuning adalah lambang kebahagiaan.

Sebagian yang lain membelah dan mewarnai dengan warna merah, menurut mereka merah adalah symbol keberanian dan jihad.

Dan sekarang banyaklah warna-warna tersebut. Maka warna-warna tersebut berkata kepada kain putih tersisa, “Hai putih, kau adalah salah satu belahan dan warna seperti kami”.

Putih itu adalah warna aslinya tidak ada yang mewarnai dan bukan pula sebuah sobekan kain seperti lainnya. Itulah Ahlu Sunnah wal Jama’ah atau dikenal dengan istilah Salafy.

Dan hari ini kain-kain yang berwarna itu berusaha untuk bersatu kembali, dengan menjahitnya menjadi 1 lembar.

Walaupun bisa menjadi 1 lembar tetapi mereka lupa, bahwa masing-masing mereka masih menyandang warna-warna tersebut.

Si Putih tidak akan ridho untuk dijahit bersama dengan warna-warna itu, karena selamanya tidak akan bercampur antara Sunnah dengan Bid’ah, antara Syirik dengan Tauhid, Haq dengan Bathil.

Namun si Putih pun tidak suka berpecah belah, maka si Putih mengajak warna-warna itu untuk memutihkan diri-diri mereka dan bergabung kembali dengan kain yang putih ini, dan semuanya menjadi putih kembali.

Inilah keadaan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah pada jaman fitnah ini.

“Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana semula, Maka berbahagialah orang-orang yang asing”

(Hadits Mutawatir)

Kamis, 16 Oktober 2008

Bukan Sekedar Wanita Biasa

“De’..cariin pendamping buat kakak yaa ?? Mas Rizal udah siap nikah nih !!”, begitu tulis e-mail Mas Rizal, kakakku yang kerja di Batam kepadaku, singkat dan jelas..tapi susah !!
Sebab, aku akhir-akhir ini ngerasa jengah banget dengan kriteria macem-macem dari kakakku. Susah juga punya kakak yang bujang lapuk banget seperti dia..abis usianya sudah bisa dikategorikan tua banget, 27 tahun. Memang, menurut dia belum tua banget, abis temen-temen kakak di Batam, sama juga seperti kakak, belum ada yang nikah di usia segitu..bujang lapuk, gitu aku menyebutnya.

Padahal banyak wanita, banyak akhwat yang siap menikah dan tak urung sering mendekatiku agar dikenalkan dengan kakakku. Apalagi didukung postur tubuh dan wajah imut kakakku, yang orang lain takkan menyangka bahwa usia kakakku sudah 27 tahun, kelihatannya sih masih 20 tahunan gitu… Aku sebenarnya mau sih nyariin Kakakku, tapi..dengan kriteria seabreg yang disodorkan kakak padaku, aku jadi nggak tega nyariin buatnya. Pernah kutanya kriteria minimalnya..”Mas, ada kriteria minimalnya nggak ??, coba kusentil dengan pertanyaan seperti itu..

Jawabnya, “Minimal mirip De’ Rani aja ya ?? Tapi sepuluh kriteria yang Mas Rizal sebutin tempo hari.. minimal harus ada !! Udah yaa..Mas banyak kerjaan nih, kalo bisa dalam satu - dua bulan ini Mas Rizal nggak nelfon-nelfon lagi, dan lebaran nanti pas Mas Rizal pulang, harus ada !!”, nada perintah kakakku terdengar mantap dan jelas, aku sampe terlongong didepan telpon. Tak sadar bahwa Mas Rizal sudah menutup telpon dan mengucapkan salam.

Kubaca lagi kriteria Mas Rizal dalam e-mail yang dikirimkan padaku dua bulan yang lalu. Aku bermaksud akan mencetak e-mail mas Rizal yang panjang tentang “Sepuluh kriteria Mas Rizal itu, diantaranya adalah :

> - Agama dan akhlaknya bagus
- Menguasai Fiqh Islam, Bisa sedikit bahasa Arab (minimal Bahasa Arab Pasif, untuk memahami Al Qur’an )
- Berjilbab
- Sabar
- Cerdas / Smart
- Harus bisa masak, terutama makanan thoyyib dan halal, minimal makanan kesukaan kakak, Sayur Sop ;
- Mukanya selalu ceria dan bersinar cerah ;
- Putih ;
- Tinggi ;
- Langsing ;
- Menguasai Teknologi (Komputer / Internet), Psikologi, Manajemen.


Trus kriteria lain : Kalo bisa matanya bening, dan jernih ; punya lesung pipit yang manis ; pipinya merah delima ; bibirnya merekah ; tubuhnya bersih (tak ada cela) ; bau badannya selalu wangi ; lehernya berjenjang ; mandiri (bisa menghasilkan uang sendiri) ; jari-jemarinya lentik ; dan bisa naek sepeda (sebab di Batam, kemana-mana musti naek sepeda !!) ..entar kalo ada yang kurang, Mas Rizal telfon ade’ lagi deh, ok ? Teman-teman ade’ khan banyak, cariin ya??” Aduuhh..aku sibuk mencari siapa yaa yang cocok untuk Mas Rizal dari kesemua teman wanitaku. Aku lelah, capek.. tanya ke Ustadzah dengan kriteria seabreg gitu..malu banget rasanya.. Mana ada wanita sesempurna seperti pilihannya.

Sepatah kalimat muncul di nokia mungilku, “De’, jangan patah semangat yaa..cariin yang terbaik untuk Mas Rizal !!”. Mas Rizal, lagi-lagi dengan sikapnya yang misterius terus mendesakku.. apakah mas Rizal bener-bener siap dengan segala kriteria yang diajukannya ?? Aku sungguh tak mengerti !! Lekas kubalas SMS singkat pula, “Mas Rizal, kalo bisa minta tolong Ustadz - ustadz Mas Rizal sendiri di Batam, yaa..?? Jangan tunggu calon dari ade’..SUSAH !!”. Terus terang, kadang aku minder banget dengan kriteria mas Rizal yang bejibun banyaknya, aku saja tak memenuhi kriterianya. Pusiiiingg !!! Ya Robb, tunjukkan hidayah bagi mas Rizal !! Itu calon Mas Rizal, kakakku satu-satunya, bagaimana juga dengan calon para Ikhwan di luar sana ?? Deuuy..tahu begini aku tak menyuruh Mas Rizal cepat-cepat nikah !! Anganku melayang kemana-mana, sebab memang aku yang mendesak Mas Rizal nikah, karena usiaku yang tak terpaut jauh darinya pun ingin segera menggenapkan setengah Dien juga. Tapi dengan permintaan Mas Rizal dan harus secepat ini ?? Tak tahulah aku !! Malam ba’da Qiyamul Lail, aku sengaja menyeleksi beberapa orang wanita atau akhwat kenalanku yang sekiranya memenuhi persyaratan ideal Mas Rizal yang kesepuluh. Pertama Si Fitri, “Semuanya cocok, tapi..ups.. dia agak tulalit orangnya, dan satu lagi ia suka latah kalo kaget, aku menggumam sendirian. Si Wati, Nita, Via, Risa..Ahh… capek.. tak ada yang memenuhi syarat kesepuluh dari Mas !!
*******************************************

“Tiiiiiiiiiiiiiiiitttttttt…”, terkaget aku mendengar suara jam beker memekakkan telingaku..sudah hampir subuh.. Ahh, aku ketiduran semaleman ditemani biodata teman-temanku. Bersijingkat aku dari tempat tidur, segera mengambil air wudlu.. “Alhamdulillah..”, segar pagi itu terasa sangat menyejukkan hatiku. Hampir jam tujuh pagi, sebelum menyiapkan diri untuk berangkat mengajar di sebuah SMU, aku mencari-cari catatan kriteria Mas Rizal yang kemarin sudah kucetak. Kurang sebulan lagi sudah lebaran, aku harus berusaha keras mencari data akhwat ke teman-temanku yang lain, rencanaku sepulang dari mengajar nanti. Kusimpan baik-baik alamat beberapa teman SMU, teman kuliahku dulu, agar nanti tak kerepotan aku mencari sendiri. Aku akan minta tolong mereka juga. Ikhtiarku..

“Kring..kring..”, telfon di dekatku langsung kusambar, “Assalammu’alaikum..”, terdengar sahut salam di seberang sana, “Ini De’Rani, yaa ?? De’..ini Mas Rizal.. gimana khabarnya ?? ‘Afwan, Mas Rizal sengaja telfon pagi-pagi gini. Tadi ada acara di rumah Ustadz Mas Rizal, jadi sekalian Mas Rizal telfon ade’, pengen tahu perkembangan pencarian buat mas Rizal, yang memenuhi kriteria ada nggak ?”, intonasi suara Mas Rizal terdengar mantap dan agak riang. “Belum Mas !! ‘Afwan yaa..Ade’ ndak punya temen seperti kriteria Mas Rizal !!”, suaraku mantap. “Ya udah deh, nggak usah repot-repot..Mas Rizal nggak mau ngerepotin ade’ !”.

“Bener nih ?? Ntar ade’ nggak jadi nikah dong Mas ?? Sebab, Ibunda bilang kalo Ade’ pengen nikah, musti nunggu Mas Rizal nikah dulu, lagipula ade’ nggak mau duluan dari Mas Rizal nikahnya ??”, aku mencoba beri pengertian pada Mas Rizal. Sebab Ibundaku mulai khawatir aku menjadi perawan tua, nggak laku kawin gara-gara nunggu mas Rizal nikah.
“De’, makanya ade’ nggak usah repot-repot nyeleksi akhwat untuk Mas Rizal. Insya Allah, ada khabar baik dari Ustadz Mas Rizal….”. terdiam lama mas Rizal. “Halo..mas Rizal masih disitu ?? Khabar baik apaan mas ??”, ucapku bersemangat.

“Insya Allah, permata dunia seperti kriteria Mas Rizal sudah tersedia. Dan tadi Mas Rizal udah ta’aruf dengan akhwat itu, jadi ..Mas minta Ade’ kasih tahu sama Ibunda dan Ayah, kalo dalam waktu dekat Mas mau mengkhitbah akhwat pilihan Mas Rizal, sekaligus mohon restu, agar pernikahan Mas Rizal akan diadakan secepatnya di Batam - rumah akhwat calon Mas, kalo di Jakarta, rumah kita, Mas Rizal mau aja, tapi bilang ama Keluarga, Mas Rizal mau secara sederhana saja, sebab waktu cuti kerja buat Mas Rizal cuma seminggu. Kalo Ade’ dan keluarga pengen ikut ke Batam, biayanya Mas Rizal transfer aja ke rekening ade’ dalam waktu dekat.. kasih tahu Mas Rizal yaa..?? gimana ??”.

Aku hanya bisa terpana mendengar tuturan panjang Mas Rizal, jadi..jodoh Mas Rizal sudah ada ?? “Subhanallah.. Barakallah.. Alhamdulillah, ade’ nggak repot-repot nyariin buat Mas Rizal. Mungkin, cuma Ibu ama Bapak, dan Ade’ aja yang ikut, yaa ? Keluarga besar kita ndak ikut ke Batam ?? Trus kesana pake’ uang ade’ dulu aja, entar kalo mas Rizal abis nikah, mas Rizal ganti yaa ??”, ucapku merajuk
“Ya, udah dech De’..By The Way..kriteria Abang yang kemaren itu, semuanya sudah dimiliki oleh Akhwat, calon istri pilihan Abang. Mas Rizal harap Ade’ dan keluarga nggak kaget yaa entar kalo melihat akhwat tersebut !! Ok ?? Eh, udah dulu yaa.. pulsanya jalan terus nih, entar keburu abis pulsa HP Mas Rizal..udah yaa ? Wassalammu’alaykum Wr.Wb”.

Kuletakkan gagang telfon setelah mengucapkan salam. Khabar baik dari Mas Rizal telah menemukan apa yang selama ini dicarinya, akhwat pilihan Mas Rizal, entah sempurna seperti apakah pilihan Mas Rizal, kriteria yang bejibun banyaknya yang membuatku minder, mudah-mudahan wanita, akhwat pilihan mas Rizal memang paket special dari Allah untuk mas Rizalku yang cakepnya juga diatas rata-rata..
Sujud Syukur segera kutunaikan, karena tak perlu hari ini aku berpayah-payah mencari ke beberapa temanku untuk mencari wanita spesial buat mas Rizal, karena toh akhwat itu ternyata tak jauh dari tempat Mas Rizal bekerja di Batam. **************************************

Rombongan Mas Rizal, aku, kedua orangtuaku, dan Ustadz Mas Rizal serta beberapa dari teman ikhwan Mas Rizal mendampingi Mas Rizal di hari resepsi pernikahan yang lumayan sederhana. Aku dan pihak keluarga masih belum dikenalkan oleh calon Istri Mas Rizal. Mas Rizal belum mengijinkan, sebab itu surprais dan kejutan manis buat kami sekeluarga. Aku masih berada di belakang mas Rizal, ketika akad nikah berlangsung, akhwat-calon istri Mas Rizal masih di dalam kamar pengantinnya. Setelah resmi akad nikah dilakukan dan kedua calon mempelai dipertemukan serta melakukan sholat sunnah. Tibalah aku dipertemukan dengan istri Mas Rizal yang ternyata.. Subhanallah..Allahu akbar..

Berdegup jantungku, melihat Mas Rizal memanggilku dan kedua orangtuaku…”De’, sini deket ama Mas Rizal, sama Ibu dan Bapak yaa..Mas Rizal mau kenalin nih ama Istri Mas tercinta”, ucap Mas Rizal sambil berkedip kearah istrinya yang saat itu menggunakan gaun putih pengantin, sementara Mas Rizal mengenakan jas, serasi dengan gaun istrinya.

“Mbak Izzah. De’ Rani..udah kenal ama Mbak khan di Jakarta ??”, suara lembut wanita itu singgah ke otakku. Allahu Robbi..Aku tak percaya melihat sosok wanita dihadapanku..sosok akhwat mulia yang menjadi pendamping Mas Rizal..Allahu Akbar..kiranya inilah bidadari sempurna yang diberikan Allah pada Mas Rizal di dunia, dan lidahku kelu tak bisa berkata apa-apa untuk mengungkapkan semua yang muncul sekilas dihatiku dan ingin segera kukatakan pada Mas Rizal. Tiba-tiba..dari sudut mataku, aku menangis terharu.. bahkan kedua orang tuaku pun demikian, tak percaya dengan wanita pilihan Mas Rizal..yang bukan hanya sempurna, tapi memang bukan sekedar wanita biasa.. Kami telah mengenal wanita itu sejak lama.. Subhanallah.. ****************************************

Yup..Wanita atau Akhwat Spesial pilihan Mas Rizal, adalah seorang Janda (istri dari salah satu ikhwan yang telah meninggal dalam usahanya berdakwah di Ambon, menegakkan Ad Dien), usianya pun sudah hampir 32 tahun, anak Beliau sudah empat, mirip ketika Nabi SAW menikahi Ibunda Khadijah r.a..yang hingga akhir hayatnya setia mendampingi Rasulullah SAW.

Alhamdulillah..agaknya kedua orangtuaku pun setuju dengan pilihan Mas Rizal, karena sejak dulu Ibundaku sangat menghormati Mbak Izzah Syifana, istri Mas Rizal, bahkan ingin segera menjodohkan Mas Rizal dengan Beliau meski statusnya sudah menjanda. Tetapi Mbak Izzah terlanjur pindah mengikuti kehendak kakaknya yang Ustadz juga di Batam. Tak tahunya..jodoh memang tak kemana, di Batam pula akhirnya Beliau dipertemukan dengan Mas Rizal, Kakakku tercinta. Baru aku tahu, kenapa banyak kriteria yang Mas Rizal ajukan, sebab Mas Rizal memang orang yang spesial, sehingga berbesar hati dan berlapang dada menerima akhwat yang terlampau lebih spesial dari kriteria Mas Rizal sendiri !! Semoga Barakah dan limpahan rahmat senantiasa menyertainya..Amin. Dalam e-mail Mas Rizal, dua bulan sejak resepsi sederhana diJakarta, rumah kami sekeluarga, Mas Rizal baru menerangkan kenapa banyak sekali kriteria yang diajukan Mas Rizal kepadaku, sebab hampir-hampir saat ini memang tak ada akhwat sejenis itu di Jakarta, kecuali akhwat produk jaman kuliah Mas Rizal, yang memang aku mengakui sangat bagus ghirah atau semangatnya dalam berdakwah.

Teman-temanku yang pernah memendam hati pada Mas Rizal serentak ‘agak’ kecewa, setelah kusampaikan kabar terbaik tentang pernikahan Mas Rizal, karena Mas Rizal perfect banget orangnya.Lantas, Mas Rizal menuturkan kembali, tentang kriterianya satu persatu : “De’ Rani, tahu ngga’ kenapa harus banyak kriteria untuk istri Mas ? Mas Rizal ingin ade’ seperti Mbak Izzah, istri Ms untuk meningkatkan kualitas pribadi ade’, diantarannya ialah : Agama dan akhlak ade’ musti bagus, Menguasai Fiqh Islam, Bisa sedikit bahasa Arab (minimal Bahasa Arab Pasif, untuk memahami Al Qur’an) : Mas Rizal pun hingga kini belajar capai semua dengan susah payah, sampai menunda nikah di usia yang ke-27, sebab lelaki yang jadi Qowwam / pemimpin dalam keluarganya dan ketika di rumah, sang Istri wajib kiranya mengajari hafalan Qur’an pada jundi - jundiyahnya..

Berjilbab : karena ia sering membersihkan / mengeramasi *RAMBUT*nya dengan *JILBAB* yang akan menghilangkan *KETOMBE* dari pandangan lelaki yang belum tentu menjadi *JODOH* nya ! Sudah jelas khan De’ kriteria seperti ini ?? Yang pasti Akhwat dong De’..:).. Istri Mas musti Sabar dan tahan bantingan : he..he.. maksud Mas Rizal, sabar saat suka dan duka .. mendampingi Mas Rizal yang kurang sabar..he.. he.. ketahuan yaa De’..tapi hingga saat ini, Mas Rizal belajar sabar dari..Mbak Izzah !

Cerdas / Smart : Ini perlu, untuk kelanjutan visi dakwah Mas Rizal, menegakkan Islam di Bumi Allah dan bisa mengambil kebijakan ketika Mas Rizal mengalami kesulitan..Amin..
Harus bisa masak, terutama makanan yang thoyyib dan halal, minimal makanan kesukaan kakak, Sayur Sop : Ups..yang satu ini musti De’, tapi jangan diketawain yaa, sebab apa gunanya bisa masak doang, tapi nggak taunya ada yang haram dalam bumbu atau gak bergizi tuk perkembangan jundinya kelak..:)..
Mukanya selalu ceria dan bersinar cerah :
Maksud Abang, Akhwat tersebut harus selalu berhias dan pake’ bedak di *WAJAH*nya dengan *AIR WUDLU*, niscaya akan bercahaya diakhirat, dan menyejukkan pandangan Abang, ketika melihat muka Beliau sepulang Abang dari kerja..
Putih :
Seputih ruhani dan hatinya akibat sering Sholat Sunnah di malam hari, hingga hatinya senantiasa bebas dari penyakit hati, seperti dengki, iri, hasutan, dan lainnya, ade’ pasti tahu mengenai hal ini..
Tinggi :
Sebab ia selalu memasang *SEPATU JIHAD* pada *KEDUA KAKI*nya untuk menegakkan Kebenaran dan Keadilan di bumi ?, bukan untuk membuatnya Tinggi hati / sombong !!
Langsing : dengan tubuhnya yang langsing ia mampu QANAAH dalam mengarungi bahtera rumah tangga kami kelak, ini diperlukan, agar ia mampu Zuhud, berkecukupan dengan ma’isyah atau penghasilan dari Mas, baik sedikit maupun banyak, sehingga dan satu lagi..ia biasa Shoum / Puasa sunnah..Alhamdulillah, yang pasti ade’ juga donk !!
Menguasai Teknologi (Komputer / Internet), Psikologi, Manajemen : Untuk mendidik jundi-jundiyah Mas Rizal kelak, agar mampu berkiprah di tengah masyarakat dan mengahadapi tantangan jaman..

Kalo bisa matanya bening, dan jernih : Akhwat tersebut mampu menjadikan *GHADDUL BASHOR* (Menundukkan Pandangan) sebagai *HIASAN KEDUA MATA*nya, niscaya makin bening dan jernih.
Punya lesung pipit yang manis : sebab ia selalu merawat *LESUNG PIPIT*nya dengan *MASKER SENYUMAN*, niscaya dihadapan Mas Rizal senyum-nya akan semakin berseri-seri menawan hati..ehm
Pipinya berwarna merah delima : Ia harus menggunakan *PEMERAH PIPI* pada pipinya dengan Kosmetika *RASA MALU* yang dijual di *SALON IMAN*, agar ia terlihat anggun di depan Mas Rizal..

Bibirnya merekah : karena setiap berhias, ia senantiasa mengoleskan *LIPSTIK KEJUJURAN* pada *BIBIR* nya, niscaya akan semakin indah. Tubuhnya bersih (tak ada cela) => sebab ia senantiasa membaluti *TUBUH*nya dengan *PAKAIAN TAQWA*, niscaya ia makin bersahaja, begitu juga dengan telinganya yang selalu dipakaikan *GIWANG MUSTAMI’ (PENDENGAR)*, agar selalu taat dan patuh kepada ? dan Rasul-Nya, serta nurut pada suami tentunya..yaa De’ ??
Bau badannya selalu wangi : sebab ia selalu memakai *SABUN ISTIGHFAR* untuk meng-hilangkan semua dosa dan kesalahan yang ia lakukan. Lehernya berjenjang : Tak lupa ia selalu mengenakan *KALUNG ‘IFFAH (KESUCIAN)* di*LEHER* jenjangnya, niscaya akan semakin berkilauan. Jari-jemarinya lentik : karena ia menghiasi *KEDUA TANGAN*nya dengan *GELANG TAWADHU’ (RENDAH HATI)*, niscaya orang akan kagum padanya dan memberi *JARI-JARI LENTIK*nya dengan *CINCIN UKHUWAH Islamiyah* (persaudaraan di Jalan Allah - ?), niscaya ia makin disayang banyak orang, terutama Mas Rizal..:)..

Mandiri (bisa menghasilkan uang sendiri) : agar ketika Mas Rizal di PHK atau nggak kerja lagi atau berangkat Jihad atau Dakwah, Beliau - Istri Abang mampu memberi asap untuk dapurnya.. Lagi pula, Mas Rizal rencananya pengen Poligami..ups.. of the record deh ! Tunggu Bulan Madu yang belum selesai..dan nunggu Mas Rizal punya rumah mewah, mobil de el el..eh mungkin ndak yaa De’ ?? J
Dan bisa naek sepeda : yang ini nih belajar tirakat juga, abis kalo di Batam, kemana-mana musti naek sepeda, Mas Rizal kan belum bisa beli Motor / Mobil sendiri !! Biaya hidup di Batam mahal..dua kali lipat di Jakarta De’..jadi musti hemat !! Di Akhir e-mailnya yang terlampau panjang, Mas Rizal menuliskan kata-kata : “Kalo kita berkualitas dan spesial di hadapan Allah, niscaya jodoh yang akan datang kepada kita pun demikian seperti halnya kita”.

Bersamamu dalam Naungan Ilmu


Membangun kehidupan rumah tangga yang harmonis memang menjadi dambaan. Namun tentu saja untuk mencapainya bukan persoalan mudah. Butuh kesiapan dalam banyak hal terutama dari sisi ilmu agama. Sesuatu yang mesti dipunyai seorang istri, terlebih sang suami.

Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa menikah berarti menjalani hidup baru. Karena dalam kehidupan pasca pernikahan memang dijumpai banyak hal yang sebelumnya tidak didapatkan saat melajang. Tentunya semua itu bisa dirasakan oleh mereka yang telah membangun mahligai rumah tangga.

Pernikahan juga merupakan kehidupan orang dewasa. Sebab, banyak hal yang harus dihadapi dan diselesaikan dengan pikiran orang yang dewasa, bukan dengan pikiran kanak-kanak. Masalah hubungan suami istri, pendidikan anak, ekonomi keluarga, hubungan kemasyarakatan, dan lain sebagainya, mau tidak mau akan hadir dalam kehidupan mereka yang telah berkeluarga.

Maka, tidak salah pula bila dikatakan untuk menikah itu butuh ilmu syar‘i, baik pihak istri, terlebih lagi pihak suami sebagai qawwam (pemimpin) bagi keluarganya. Karena dengan ilmu yang disertai amalan, akan tegak segala urusan dan akan lurus jalan kehidupan. Namun sangat disayangkan, sisi yang satu ini sering luput dari persiapan dan sering terabaikan, baik sebelum pernikahan terlebih lagi pasca pernikahan.

Pendidikan Keluarga

Allah Azza wa Jalla berfirman:

Kaum laki-laki (suami) adalah qawwam (pemimpin) bagi kaum wanita (istri).? (An-Nisaa’: 34)

Salah satu tugas suami sebagai qawwam adalah memberikan pendidikan agama kepada istri dan anak-anaknya, meluruskan mereka dari penyimpangan, dan mengenalkan mereka kepada kebenaran. Karena Allah Azza wa Jalla telah berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.? (At-Tahrim: 6)

Menjaga keluarga yang dimaksud dalam butiran ayat yang mulia ini adalah dengan cara mendidik, mengajari, memerintahkan mereka, dan membantu mereka untuk bertakwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, serta melarang mereka dari bermaksiat kepada-Nya. Seorang suami wajib mengajari keluarganya tentang perkara yang di-fardhu-kan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Bila ia mendapati mereka berbuat maksiat segera dinasehati dan diperingatkan. (Tafsir Ath-Thabari, 28/166, Ruhul Ma‘ani, 28/156)

Asy-Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa`di rahimahullah berkata: “Menjaga jiwa dari api neraka bisa dilakukan dengan mengharuskan jiwa tersebut untuk berpegang dengan perintah Allah, melaksanakan apa yang diperintahkan, menjauhi apa yang dilarang, dan bertaubat dari perkara yang mendatangkan murka dan adzab-Nya. Di samping itu, menjaga istri dan anak-anak dilakukan dengan cara mendidik dan mengajari mereka, serta memaksa mereka untuk taat kepada perintah Allah. Seorang hamba tidak akan selamat kecuali bila ia menegakkan perkara Allah pada dirinya dan pada orang-orang yang berada di bawah perwaliannya seperti istri, anak-anak, dan selain mereka.? (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 874)

Ayat ini menunjukkan wajibnya suami mengajari anak-anak dan istri tentang perkara agama dan kebaikan serta adab yang dibutuhkan. Hal ini semisal dengan firman Allah Azza wa Jalla � kepada Nabi-Nya Shallallaahu ‘alaihi wasallam :

Perintahkanlah keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah dalam menegakkannya.? (Thaha: 132)

Berilah peringatan kepada karib kerabatmu yang terdekat.? (Asy-Syu`ara: 214)

Ini menunjukkan keluarga yang paling dekat dengan kita memiliki kelebihan dibanding yang lain dalam hal memperoleh pengajaran dan pengarahan untuk taat kepada Allah Azza wa Jalla. (Ahkamul Qur’an, 3/697)

Malik Ibnul Huwairits radiyallahu ‘anhu mengabarkan: “Kami mendatangi Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan ketika itu kami adalah anak-anak muda yang sebaya. Lalu kami tinggal bersama beliau di kota Madinah selama sepuluh malam. Kami mendapati beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah seorang yang penyayang lagi lembut. Saat sepuluh malam hampir berlalu, beliau menduga kami telah merindukan keluarga kami karena sekian lama berpisah dengan mereka. Beliau pun bertanya tentang keluarga kami, maka cerita tentang mereka pun meluncur dari lisan kami. Setelahnya beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Kembalilah kalian kepada keluarga kalian, tinggallah di tengah mereka dan ajari mereka, serta perintahkanlah mereka.? (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 628 dan Muslim no. 674)

Dalam hadits di atas, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada shahabatnya untuk memberikan taklim (pengajaran) kepada keluarga dan menyampaikan kepada mereka ilmu yang didapatkan saat bermajelis dengan seorang ‘alim.

Dengan penjelasan yang telah lewat, dapat dipahami bahwa seorang suami/ kepala rumah tangga harus memiliki ilmu yang cukup untuk mendidik anak istrinya, mengarahkan mereka kepada kebenaran, dan menjauhkan mereka dari penyimpangan.

Namun sangat disayangkan, kenyataan yang kita lihat banyak kepala keluarga yang melalaikan hal ini. Yang ada di benak mereka hanyalah bagaimana mencukupi kebutuhan materi keluarganya sehingga mereka tenggelam dalam perlombaan mengejar dunia, sementara kebutuhan spiritual tidak masuk dalam hitungan. Anak dan istri mereka hanya dijejali dengan harta dunia, bersenang-senang dengannya, namun bersamaan dengan itu mereka tidak mengerti tentang agama.

Paling tidak, bila seorang suami tidak bisa mengajari keluarganya, mungkin karena kesibukannya atau keterbatasan ilmunya, ia mencarikan pengajar agama untuk anak istrinya, atau mengajak istrinya ke majelis taklim, menyediakan buku-buku agama, kaset-kaset ceramah/ taklim sesuai dengan kemampuannya, dan menganjurkan keluarganya untuk membaca/ mendengarnya.

Mendidik Istri

Memasuki masa-masa awal pernikahan, semestinya seorang suami telah merencanakan pendidikan agama bagi istrinya. Minimalnya ia mempunyai pandangan ke arah sana. Dan sebelum menjadi seorang ayah, semestinya ia telah menyiapkan istrinya untuk menjadi pendidik anak-anaknya kelak karena:

Ibu adalah madrasah (sekolah) bagi anak-anaknya?, kata penyair Arab.

Perlu juga diperhatikan, bahwa mendapatkan pengajaran agama termasuk salah satu hak istri yang seharusnya ditunaikan oleh suami dan termasuk hak seorang wanita yang harus ditunaikan walinya. Namun pada prakteknya, hak ini seringkali tidak terpenuhi sebagaimana mestinya. Sehingga tepat sekali ucapan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi‘i rahimahullah yang membagi manusia menjadi tiga macam dalam mengurusi wanita:

Pertama: Mereka yang melepaskan wanita begitu saja sekehendaknya, membiarkannya bepergian jauh tanpa mahram, bercampur baur di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, di tempat kerja seperti kantor dan di rumah sakit. Sehingga mengakibatkan rusaknya keadaan kaum muslimin.

Kedua: Mereka yang menyia-nyiakan wanita tanpa taklim (pengajaran), membiarkannya seperti binatang ternak, sehingga ia tidak tahu sedikit pun kewajiban yang Allah bebankan padanya. Wanita seperti ini akan menjatuhkan dirinya kepada fitnah dan penyelisihan terhadap perintah-perintah Allah Subhaanahu wa Ta’aala, bahkan akan merusak keluarganya.

Ketiga: Mereka yang memberikan pengajaran agama kepada wanita sesuai dengan kandungan Al Qur’an dan As Sunnah, karena melaksanakan perintah Allah Subhaanahu wa Ta’aala :

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.? (At- Tahrim: 6)

Dan karena Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya/ dimintai tanggung jawab tentang apa yang dipimpinnya.? (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 893 dan Muslim no. 1829)

(Nashihati lin Nisa’, Ummu ‘Abdillah Al-Wadi`iyyah, hal. 7- 8)

Seorang istri perlu diajari tentang perkara yang dibutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari, siang dan malamnya, tentang tauhid, bahaya syirik, maksiat dan penyakit-penyakit hati berikut pengobatannya. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri menyediakan waktu khusus untuk mengajari para wanita. Abu Sa’id Al-Khudri radiyallahu ‘anhu berkata: “Datang seorang wanita kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, lalu ia berkata:

“’Wahai Rasulullah! Kaum laki-laki telah pergi membawa haditsmu, maka berikanlah untuk kami satu hari yang khusus di mana kami dapat mendatangimu untuk belajar kepadamu dari ilmu yang Allah telah ajarkan padamu.’ Beliau pun bersabda: ‘Berkumpullah kalian pada hari ini dan itu di tempat ini (yakni beliau menyebutkan waktu dan tempat tertentu)’. Hingga mereka pun berkumpul pada hari dan tempat yang dijanjikan untuk mengambil ilmu dari beliau sesuai dengan apa yang diajarkan Allah kepada beliau.? (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 101 dan Muslim no. 2633)

Bahkan istri-istri Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam “lahir? dari madrasah nubuwwah dan mereka menuai bekal ilmu yang banyak terutama Ummul Mukminin Aisyah radiyallahu ‘anha yang besar dalam asuhan madrasah yang mulia ini. Sepeninggal suami mereka, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, mereka menjadi pendidik umat bersama dengan para shahabat yang lain, semoga Allah meridhai mereka.

Gambaran Pengajaran Seorang ‘Alim terhadap Keluarga Mereka

Para pendahulu kita yang shalih (salafunash shalih) sangat mementingkan pendidikan agama bagi keluarga mereka. Di samping mereka berdakwah kepada umat di luar rumah, mereka juga tidak melupakan orang-orang yang berada dalam rumah mereka (keluarga). Tidak seperti kebanyakan manusia pada hari ini yang sibuk dengan urusan mereka di luar rumah sehingga melalaikan pendidikan istrinya.

Bahkan sangat disayangkan hal ini juga menimpa keluarga da‘i. Ia sibuk berdakwah kepada masyarakatnya sementara istrinya di rumah tidak mengerti tata cara shalat yang diajarkan oleh Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam, tidak tahu cara menghilangkan najis, dan sebagainya. Yang lebih parah, istri atau anaknya tidak mengerti tentang tauhid dan syirik. Bandingkan dengan apa yang ada pada salaf!

Lihatlah keluarga Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah. Beliau demikian bersemangat menyebarkan ilmu di tengah keluarganya dan kerabatnya sebagaimana semangatnya menyampaikan ilmu kepada orang lain. Kesibukan beliau dalam dakwah di luar rumah dan dalam menulis ilmu tidaklah melalaikan beliau untuk memberi taklim kepada keluarganya. Dari hasil pendidikan ini lahirlah dari keluarga beliau orang-orang yang terkenal dalam ilmu khususnya ilmu hadits, seperti: saudara perempuannya Sittir Rakb bintu ‘Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Hajar Al-’Asqalani, istrinya Uns bintu Al-Qadhi Karimuddin Abdul Karim bin ‘Abdil ‘Aziz, putrinya Zain Khatun, Farhah, Fathimah, ‘Aliyah, dan Rabi`ah. (Inayatun Nisa bil Haditsin Nabawi, hal. 126-127)

Lihat pula bagaimana Sa’id Ibnul Musayyab rahimahullah membesarkan dan mengasuh putrinya dalam buaian ilmu hingga ketika menikah suaminya mengatakan ia mendapati istrinya adalah orang yang paling hapal dengan kitabullah, paling mengilmuinya, dan paling tahu tentang hak suami. (Al-Hilyah, 2/167-168, As-Siyar, 4/233-234)

Demikian pula kisah keilmuan putri Al-Imam Malik rahimahullah. Dengan bimbingan ayahnya, ia dapat menghapal Al-Muwaththa’ karya sang Imam. Bila ada murid Al-Imam Malik membacakan Al-Muwaththa’ di hadapan beliau, putrinya berdiri di belakang pintu mendengarkan bacaan tersebut. Hingga ketika ada kekeliruan dalam bacaan ia memberi isyarat kepada ayahnya dengan mengetuk pintu. Maka ayahnya (Al-Imam Malik) pun berkata kepada si pembaca: “Ulangi bacaanmu karena ada kekeliruan?. (Inayatun Nisa’, hal. 121)

Perhatian pendahulu kita rahimahumullah terhadap pendidikan keluarganya ternyata juga kita dapatkan dari ulama yang hidup di zaman kita ini, seperti Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi‘i rahimahullah. Dalam sehari beliau menyempatkan waktu untuk mengajari anak istrinya tentang perkara-perkara agama yang mereka butuhkan, hingga mereka mapan dalam ilmu dan dapat memberi faedah kepada saudara mereka sesama muslimah dalam majelis yang mereka adakan atau dari karya tulis yang mereka hasilkan. Demikian kisah ulama kita dengan keluarganya, lalu di mana tempat kita bila dibanding dengan mereka ?

Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab.

Berkhidmat Pada Suami

Pulang dari bekerja, semestinya adalah waktu untuk beristrirahat bagi suami selaku kepala rumah tangga. Namun banyak kita jumpai fenomena di mana mereka justru masih disibukkan dengan segala macam pekerjaan rumah tangga sementara sang istri malah ngerumpi di rumah tetangga. Bagaimana istri shalihah menyikapi hal ini?

Salah satu sifat istri shalihah yang menandakan bagusnya interaksi kepada suaminya adalah berkhidmat kepada sang suami dan membantu pekerjaannya sebatas yang ia mampu. Ia tidak akan membiarkan sang suami melayani dirinya sendiri sementara ia duduk berpangku tangan menyaksikan apa yang dilakukan suaminya. Ia merasa enggan bila suaminya sampai tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan rumah, memasak, mencuci, merapikan tempat tidur, dan semisalnya, sementara ia masih mampu untuk menanganinya. Sehingga tidak mengherankan bila kita mendapati seorang istri shalihah menyibukkan harinya dengan memberikan pelayanan kepada suaminya, mulai dari menyiapkan tempat tidurnya, makan dan minumnya, pakaiannya, dan kebutuhan suami lainnya. Semua dilakukan dengan penuh kerelaan dan kelapangan hati disertai niat ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan sungguh ini merupakan bentuk perbuatan ihsannya kepada suami, yang diharapkan darinya ia akan beroleh kebaikan.

Berkhidmat kepada suami ini telah dilakukan oleh wanita-wanita utama lagi mulia dari kalangan shahabiyyah, seperti yang dilakukan Asma’ bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhuma yang berkhidmat kepada Az-Zubair ibnul Awwam radhiallahu ‘anhu, suaminya. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh1.” (HR. Bukhari no. 5224 dan Muslim no. 2182)

Demikian pula khidmatnya Fathimah bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, sampai-sampai kedua tangannya lecet karena menggiling gandum. Ketika Fathimah datang ke tempat ayahnya untuk meminta seorang pembantu, sang ayah yang mulia memberikan bimbingan kepada yang lebih baik:

أَلاَ أَدُلُّكُماَ عَلَى ماَ هُوَ خَيْرٌ لَكُماَ مِنْ خاَدِمٍ؟ إِذَا أَوَيْتُماَ إِلَى فِرَاشِكُماَ أَوْ أَخَذْتُماَ مَضاَجِعَكُماَ فَكَبَّرَا أًَرْبَعاً وَثَلاَثِيْنَ وَسَبَّحاَ ثَلاَثاً وَثَلاَثِيْنَ وَحَمِّدَا ثَلاَثاً وَثَلاثِيْنَ، فَهَذَا خَيْرٌ لَكُماَ مِنْ خاَدِمٍ

“Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua apa yang lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu? Apabila kalian mendatangi tempat tidur kalian atau ingin berbaring, bacalah Allahu Akbar 34 kali, Subhanallah 33 kali, dan Alhamdulillah 33 kali. Ini lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu.” (HR. Al-Bukhari no. 6318 dan Muslim no. 2727)
Shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, menikahi seorang janda untuk berkhidmat padanya dengan mengurusi saudara-saudara perempuannya yang masih kecil. Jabir berkisah: “Ayahku meninggal dan ia meninggalkan 7 atau 9 anak perempuan. Maka aku pun menikahi seorang janda. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya padaku:

تَزَوَّجْتَ ياَ جاَبِر؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ. فَقاَلَ: بِكْرًا أَمْ ثَيِّباً؟ قُلْتُ: بَلْ ثَيِّباً. قاَلَ: فَهَلاَّ جاَرِيَةً تُلاَعِبُهاَ وَتُلاَعِبُكَ، وَتُضاَحِكُهاَ وَتُضاَحِكُكَ؟ قاَلَ فَقُلْتُ لَهُ: إِنَّ عَبْدَ اللهِ هَلَكَ وَ تَرَكَ بَناَتٍ، وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَجِيْئَهُنَّ بِمِثْلِهِنَّ، فَتَزَوَّجْتُ امْرَأَةً تَقُوْمُ عَلَيْهِنَّ وَتُصْلِحُهُنَّ. فَقاَلَ: باَرَكَ اللهُ لَكَ، أَوْ قاَلَ: خَيْرًا

“Apakah engkau sudah menikah, wahai Jabir?”

“Sudah,” jawabku.

“Dengan gadis atau janda?” tanya beliau.

“Dengan janda,” jawabku.

“Mengapa engkau tidak menikah dengan gadis, sehingga engkau bisa bermain-main dengannya dan ia bermain-main denganmu. Dan engkau bisa tertawa bersamanya dan ia bisa tertawa bersamamu?” tanya beliau.

“Ayahku, Abdullah, meninggal dan ia meninggalkan anak-anak perempuan dan aku tidak suka mendatangkan di tengah-tengah mereka wanita yang sama dengan mereka. Maka aku pun menikahi seorang wanita yang bisa mengurusi dan merawat mereka,” jawabku.

Beliau berkata: “Semoga Allah memberkahimu”, atau beliau berkata: “Semoga kebaikan bagimu.”

(HR. Al-Bukhari no. 5367 dan Muslim no. 1466)

Hushain bin Mihshan berkata: “Bibiku berkisah padaku, ia berkata: “Aku pernah mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena suatu kebutuhan, beliaupun bertanya:

أَيْ هذِهِ! أَذَاتُ بَعْلٍ؟ قُلْتُ: نَعَم. قاَلَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قُلْتُ: ماَ آلُوْهُ إِلاَّ ماَ عَجَزْتُ عَنْهُ. قاَلَ: فَانْظُرِيْ أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّماَ هُوَ جَنَّتُكَ وَناَرُكَ

“Wahai wanita, apakah engkau telah bersuami?”

“Iya,” jawabku.

“Bagaimana engkau terhadap suamimu?” tanya beliau.

“Aku tidak mengurang-ngurangi dalam mentaatinya dan berkhidmat padanya, kecuali apa yang aku tidak mampu menunaikannya,” jawabku.

“Lihatlah di mana keberadaanmu terhadap suamimu, karena dia adalah surga dan nerakamu,” sabda beliau. (HR. Ibnu Abi Syaibah dan selainnya, dishahihkan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Adabuz Zifaf, hal. 179)

Namun di sisi lain, suami yang baik tentunya tidak membebani istrinya dengan pekerjaan yang tidak mampu dipikulnya. Bahkan ia melihat dan memperhatikan keberadaan istrinya kapan sekiranya ia butuh bantuan.

Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam gambaran suami yang terbaik. Di tengah kesibukan mengurusi umat dan dakwah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau menyempatkan membantu keluarganya dan mengerjakan apa yang bisa beliau kerjakan untuk dirinya sendiri tanpa membebankan kepada istrinya, sebagaimana diberitakan istri beliau, Aisyah radhiallahu ‘anha ketika Al-Aswad bin Yazid bertanya kepadanya:

ماَ كاَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فِي الْبَيْتِ؟ قاَلَتْ: كاَنَ يَكُوْنُ فِيْ مِهْنَةِ أَهْلِهِ –تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ- فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ

“Apa yang biasa dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam rumah?”
Aisyah radhiallahu ‘anha menjawab: “Beliau biasa membantu pekerjaan istrinya. Bila tiba waktu shalat, beliau pun keluar untuk mengerjakan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 676, 5363)
Dalam riwayat lain, Aisyah radhiallahu ‘anha menyebutkan pekerjaan yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan di rumahnya:

ماَ يَصْنَعُ أَحَدُكُمْ فِيْ بَيْتِهِ، يَخْصِفُ النَّعْلَ وَيَرْقَعُ الثَّوْبَ وَيُخِيْطُ

“Beliau mengerjakan apa yang biasa dikerjakan salah seorang kalian di rumahnya. Beliau menambal sandalnya, menambal bajunya, dan menjahitnya.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 540, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 419 dan Al-Misykat no. 5822)

كاَنَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ، يَفْلِي ثَوْبَهُ وَيَحْلُبُ شاَتَهُ

“Beliau manusia biasa. Beliau menambal pakaiannya dan memeras susu kambingnya”. (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 541, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Al-Adabil Mufrad no. 420 dan Ash-Shahihah 671)

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Begitulah Istri Seharusnya

Kita semua suatu ketika pasti merasakan sedih. Kesedihan merupakan perasaan normal yang dapat membuat kehidupan seseorang menarik. Biasanya, rasa sedih berkaitan dengan kehilangan.

Namun, ada juga faktor-faktor lain yang bisa memicu kesedihan. Kesedihan dapat membantu kita menghargai kegembiraan. Saat suasana hati kita berubah dari sedih menuju senang, suasana kontras inilah yang menambah kegembiraan hati.

Dalam rumah tangga pun demikian, rasa sedih seringkali muncul menemani perjalanan biduk anda. Nah, dalam edisi ini, nikah khusus menyoroti kesedihan yang menimpa suami dan bagaimana peran istri dalam menghadapinya. sebab, dalam beberapa kasus, peran istri sebagai tempat curhat dan berbagi tidak ada sama sekali. sebaliknya, istri malah semakin menambah beban kesedihan suami. Misalnya, ketika suami merugi dalam usahanya, bukannya menghibur, sang istri malah ngomel-ngomel, suami mana yang tidak akan makan hati menghadapi model istri semacam ini?

Ada baiknya mungkin kita simak kembali suatu cerita tentang besarnya empati istri terhadap suaminya. Ya, dialah Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah. Beliau merupakan salah seorang wanita yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai ahli surga. Dalam kisahnya yang sangat terkenal, diceritakan begitu besar kesabarannya dalam menghadapi musibah.

Bagaimana tidak, demi menjaga perasaan suaminya agar tidak sedih jika tahu anaknya telah meninggal, Ummu Sulaim mampu menghilangkan kesedihannya dan bahkan bisa mengajak berhubungan seksual suaminya. Barulah setelah itu, beliau memberitahu suaminya apa yang terjadi pada anaknya. Perhatikan, demi menjaga perasaan suaminya, beliau memberikan hiburan terlebih dahulu sebelum suaminya bersedih. Adakah istri di zaman sekarang yang bisa seperti itu?

Tentu saja, masih banyak kisah-kisah teladan lainnya yang patut ditiru para istri dalam menghibur suaminya yang sedang sedih. Seperti ketika Khadijah menghibur nabi, dan kisah para shahabiyah lainnya. Semoga sajian kali ini bisa membuat para istri semakin berempati pada suaminya. amin

Rabu, 15 Oktober 2008

Ada Fitnah Dalam Rumah Tangga Kita

Setelah menggenapkan separuh agama kita, bukan berarti selesai sudah tugas kita. Bahkan, itulah awal lembaran baru kehidupan. Berbagai tugas dan tanggung jawab menanti di depan mata. Sebagai pasutri baru, masing-masing tentu akan berusaha mengisi perannya.

Nah, dalam meniti biduk rumah tangga ini, ternyata tidak begitu mulus jalannya. Terkadang ada riap-riap kecil yang menerpa atau bahkan badai besar yang mengombang-ambingkan biduk tersebut. Di antara hambatan-hambatan tersebut adalah munculnya fitnah dalam keluarga. apa sajakah fitnah-fitnah tersebut? Silahkan membuka “Sakinah 1”.

Dalam edisi ini pembaca juga bisa mengetahui pengertian umum dari fitnah, bagaimana definisinya dan apa pula wujudnya. Pembahasan ini kami sajikan dalam rubrik “Fikih Keluarga”. O ya, tentu saja kami tidak lupa memberikan solusi syar’i bagaimana menghadapi fitnah tadi. Untuk itu, silahkan temukan jawabannya dalam rubrik “Sakinah 2”.

Pembaca nikah sekalian, beberapa waktu lalu muncul film “Fitna”, film garapan politisi Belanda Geert Wilders ini, penuh propaganda dan penghinaan terhadap Islam. Memang, reaksi umat Islam tidak sekeras ketika muncul kartun-kartun pelecehan terhadap panutan kita Nabi Muhammad n, bikinan orang Denmark. Sebab, sebelumnya pemerintah Belanda melarang penayangan film ini. Namun, di dunia maya, pembaca sekalian akan dengan mudah menemukan film ini (meskipun sebelumnya sempat diblokir).

Untuk itu, walaupun sudah agak terlambat, kami mencoba menguak racun-racun propaganda yang ada dalam film tersebut. Anda dapat membacanya dalam “Suplemen” edisi ini. Kami berharap semoga kaum muslimin yang terpengaruh atau termakan syubhat film itu, agar bisa mementahkan kembali racun murahan Wilders tersebut. Dan semoga Allah l menjaga kita dari makar-makar busuk orang-orang kafir.

Pembaca nikah sekalian, memang tidak mudah menghadapi berbagai fitnah dalam kehidupan. Apalagi jika aturan-aturan Islam sudah tidak dikenal dan dipedulikan. Untuk itu, marilah kita selalu berupaya menambah pengetahuan kita tentang Islam, supaya jika berbagai fitnah dan cobaan menerpa, kita siap dan sabar menghadapinya. Akhirnya mari kita resapi makna hadits berikut ini,

Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Seluruh perkaranya baik baginya. Tidak hal yang seperti ini kecuali hanya pada orang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan, lantas ia bersyukur, maka hal itu baik baginya. Dan jika dia ditimpa kesulitan, lantas ia bersabar, maka itu baik baginya.” (Riwayat Muslim no. 2999)