Jumat, 17 Oktober 2008

Kalau Anak Selalu Dibentak

“Bid…ayo mandi! Disuruh mandi saja kok malas amat!” bentak ibu Abid (7) seraya menyeret paksa anaknya yang sedang asyik bermain.

“Fatma…jangan dekati kompor itu! Bahaya, tahu!” Bentak ayah Fatma yang memergoki putrinya (2) sedang mengutak-atik kompor minyak. Ketika bocah kecil itu menangis mendengar bentakan ayahnya, sang ayah malah kembali membentak, “Heh…diam!” Si kecil pun semakin ketakutan.

Membentak anak, sepertinya sudah menjadi kebiasaan sebagian orang tua. Saat melihat anak melakukan kesalahan, atau ketidakpatuhan, orang tua memang sering dibuat jengkel. Secara refleks, karena emosi, orang tua sering bermaksud ‘menasihati’, tapi diucapkan dengan nada tinggi. Kebiasaan ini juga lebih sering dilakukan oleh orang tua yang temperamental.

Pertanyaannya, efektifkah menasihati anak dengan bentakan? Tentu tidak, sebab kalau anak terlalu sering dibentak, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang minder, tertutup, bahkan pemberontak. Ia pun bisa menjadi temperamental dan meniru kebiasaan orang tuanya, suka membentak.

Dalam Nikah edisi Juni 2006 sudah dibahas cara menasihati anak secara efektif (Menegur Perilaku, Menghargai Pelaku). Pada edisi kali ini, akan dipaparkan beberapa akibat bila anak terlalu sering menerima bentakan. Selain itu, akan dibahas pula bagaimana kiat menumbuhkan kepatuhan.

SALAH KAPRAH ORANG TUA

Seringkali orang tua baru bertindak ketika kesalahan telah dilakukan oleh anak. Bukan mencegah, mengarahkan, dan membimbing sebelum kesalahan terjadi.

Seharusnya orang tua mempertimbangkan tingkat perkembangan kejiwaan anak, sebelum membuat aturan. Jangan menyamakan anak dengan orang dewasa. Orang tua hendaknya menyadari bahwa dunia anak jauh berbeda dengan orang dewasa. Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak dinilai salah atau benar, patuh atau melanggar, jangan pernah menggunakan tolok ukur orang dewasa.

Harus diakui, orang tua yang habis kesabarannya sering membentak dengan kata-kata yang keras bila anak-anak menumpahkan susu di lantai, terlambat mandi, mengotori dinding dengan kaki, atau membanting pintu. Sikap orang tua tersebut seperti polisi menghadapi penjahat. Sebaliknya, orang tua sering lupa untuk memberikan perhatian positif ketika anak mandi tepat waktu, menghabiskan susu dan makanannya, serta memberesi mainannya. Padahal seharusnya, antara perhatian positif dengan perhatian negatif harus seimbang.

PENGARUH TERHADAP ANAK

Anak-anak yang sering diberi perhatian negatif, apalagi dengan teguran keras atau bentakan, akan mudah tertekan jiwanya. Kemungkinan ia bisa berkembang menjadi anak yang:

- Minder

Bila anak selalu dicela dan dibentak, dan tak pernah menerima perhatian positif saat ia melakukan kebaikan, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri atau minder. Akan tertanam dalam jiwanya bahwa ia hanyalah anak yang selalu melakukan kesalahan, tidak pernah bisa berbuat kebaikan atau menyenangkan orang lain. Akibatnya, ia sering ragu-ragu atau tidak percaya diri untuk melakukan atau mencoba sesuatu karena takut salah. Misalnya, ia jadi tidak pede untuk mengaji atau membaca Al-Quran, gara-gara orang tuanya selalu membentaknya bila mendengar bacaannya salah.

- Cuek/ tidak peduli

Anak yang selalu dibentak juga bisa berkembang menjadi anak yang cuek dan tidak peduli. Akibat sudah terlalu sering menerima bentakan, ia malah jadi apatis, tidak peduli. Ia pun sering mengabaikan nasihat orang tuanya. Mungkin saat dibentak atau dimarahi ia terlihat diam mendengarkan, tapi sesungguhnya kata-kata orang tuanya hanya dia anggap angin lalu. Masuk ke telinga kanan lalu keluar lewat telinga kiri.

- Tertutup

Orang tua yang temperamental dan suka membentak, tentu akan menakutkan bagi anak. Ya, anak menjadi takut pada orang tuanya sendiri, sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Ia tak pernah mau berbagi cerita dengan orang tuanya. Buat apa berbagi kalau nanti ujung-ujungnya ia akan disalahkan? Dengan demikian, komunikasi antara orang tua dan anak tidak bisa berjalan lancar. Hal ini tentu berbahaya, karena bila menghadapi masalah dan hanya disimpan sendiri, jiwa anak bisa sangat tertekan.

- Pemberontak/ penentang

Anak yang bersikap menentang bisa digolongkan dalam 3 tipe.

Pertama, tipe penentang aktif. Mereka menjadi anak yang keras kepala, suka membantah dan membangkang apa saja kehendak orang tua. Mereka marah karena merasa tidak dihargai oleh orang tua. Untuk melawan jelas tak bisa, karena ia hanya seorang anak kecil. Maka ia pun berusaha menyakiti hati orang tuanya. Ia akan senang bila melihat orang tuanya jengkel dan marah karena ulahnya. Semakin bertambah emosi orang tua, semakin senanglah ia.

Kedua, tipe penentang dengan cara halus. Anak-anak ini jika diperintah memilih sikap diam, tapi tidak juga memenuhi perintah. Sebagaimana Abid yang disuruh mandi oleh ibunya, tapi tak juga mau beranjak dari tempatnya bermain. Saat ia ditinggalkan sendiri di kamar mandi pun, ia tidak segera mandi, malah bermain air atau kapal-kapalan.

Ketiga, tipe selalu terlambat. Anak seperti ini baru mengerjakan suatu perintah setelah terlebih dahulu melihat orang tuanya jengkel, marah, dan mengomel atau membentak-bentak karena kemalasannya. Misalnya Angga yang belum mau beranjak dari tempat tidurnya bila belum dibentak atau diomeli ibunya.

- Pemarah, temperamental dan suka membentak

Anak sering meniru sikap orang tuanya. Bila orang tua suka marah atau ‘main bentak’ karena sebab-sebab sepele, maka anak pun bisa berbuat hal yang sama. Jangan heran bila anak yang diperlakukan demikian, akan berlaku seperti itu terhadap adiknya atau teman-temannya.

BAGAIMANA MENUMBUHKAN KEPATUHAN?

Setelah jelas bila bentakan tidak efektif untuk menumbuhkan kepatuhan, bahkan berpengaruh negatif bagi kepribadian anak, lalu bagaimanakah cara yang baik untuk menumbuhkan kepatuhan?

- Beri penjelasan pada anak

Jelaskan pada anak dengan bahasa yang ia mengerti, mengapa suatu hal diperintahkan dan hal lain dilarang. Jangan sekali-sekali memberi keterangan dusta dalam hal ini.

- Perintahkan sebatas kemampuannya

Perintah di luar kesanggupan dan kemampuan anak justru bisa menyebabkan krisis syaraf (neurotic) dan buruk perangai. Ada pepatah mengatakan, “Jika engkau ingin ditaati, maka perintahkanlah apa yang dapat dipenuhi.” Sebaiknya perintah itu dibagi-bagi dan tuntutan pelaksanaannya pun bertahap.

Untuk mengetahui sampai di mana batas kemampuan anak sesuai perkembangan usianya, diperlukan pengetahuan tersendiri. Sebaiknya orang tua memahami perkembangan anak ini.

- Tidak berdusta atau menakut-nakuti

Kadang orang tua mengatakan akan membelikan ini atau itu jika anak mematuhi perintahnya, tapi ternyata setelah anak patuh, orang tua tidak menepati janjinya. Itu berarti orang tua berdusta, dan bisa jadi anak tidak akan percaya lagi pada orang tuanya. Kedustaan seperti ini harus dihindari.

Selain itu, orang tua juga sering menakut-nakuti anak dengan sesuatu yang seharusnya berguna baginya. Itu dilakukan karena ingin anaknya segera memenuhi perintah mereka. Misalnya menakut-nakuti anak dengan dokter, suntikan dan sebagainya. Ketakutan anak pada hal-hal tersebut bisa terbawa hingga ia dewasa.

- Jangan bertentangan dengan naluri anak

Gharizah atau naluri adalah kekuatan terpendam dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan beberapa pekerjaan tanpa berlatih terlebih dahulu.

Janganlah orang tua melarang anak bermain, atau membongkar dan memasang sesuatu. Jangan pula melanggar kebiasaan anak kalau tidak ingin mereka menggunakan jerit tangis sebagai senjatanya.

Lebih baik gharizah itu diarahkan sedemikian rupa sehingga anak bisa mengatur dirinya sendiri. Misalkan diberi perintah, “TPA nanti mulai ba’da asar lho, sekarang kan udah setengah tiga. Adik udah aja ya mainnya, dilanjutin besok aja, sekarang mandi dulu, kan udah mau adzan…”.

Ungkapan itu tidak melarang anak bermain, dan tidak melanggar kebiasaan mereka bermain di tengah hari. Pemberian ‘masa terbatas’ ini dimaksudkan agar anak bisa mengatur jadwal kegiatannya sendiri, dan akan sangat menolong untuk melatih anak disiplin waktu. Selain itu mereka merasa dianggap mampu untuk mengatur dirinya sendiri tanpa harus didikte begini dan begitu. (Oel)

Referensi: Mendidik dengan Cinta, Irawati Istadi. Pustaka Inti.

Komentar

Tambah Baru Pencarian

Eny Subandri - Kalau anak selalu dibentak

Menjadi seorang ibu yang baik tidaklah mudah, banyak hal yang membuat semakin temperamental terkadang beban rumah tangga dengan bermacam problema yang harus kita selesaikan sendiri.....karena kan enggak semua masalah bisa kita pecahkan bareng suami....dan suami akan cenderung "semua urusan di rumah, urusan sekolah, bahkan sampe bayar rekening listrik ataupun telepon " adalah urusan si ibu....kasihan dech, belum lagi tambahan masalah /tugas-tugas dari kantor- problem bagi wanita karier...wah membuat kita semakin mumetdan muuuumeeet,

apalagi ditambah dengan anak yang enggak nurut...., kita maunya mrintah...tanpa basa basi ungkapan kasih

dan maunya si anak nuruti maunya kita dengan tanpa banyak tanya....sedangkan si anak maunya di LEM dulu....disayang, disapa dengan sapaan yang akrab dan jauh dari kesan perintah....kita terkadang lupa bahwa anak kita punya jati diri, punya harga diri dan bukan balita lagi....dia begitu unik....dan kita perlu menyiasati agar hilang kesan

"Komandan ataupun Bos yang menyeramkan" bagi anak-anak kita.....

Anonymous

alhamdulilllah rubriknya dan tausiyah yang mudah2han bermanfaat bagi kita semua mudah 2han kita bisa merobah sedikit sedikit atas kebiasaan jelek atas putra putri kita, walau manusia sebenarnya punya bakat dan sipat masing2 sejak lahir, yang susah di robah walau sudah banyak ilmunya.

aishaa - Belum terlambatkah??

Kalau saya selama ini sering membentak anak, belum terlambatkah untuk sy merubah perilaku/ cara mendidik ? anak sy umur hampir 6 thn. dan cara apa yg efektif untuk mengghilangkan image tersebut?

jazakillah.

sigit - Kreatifitas anak

Subhanallah..

Bahagianya menjadi orang tua.Anak adalah amanah yg harus di bina, di didik serta di awasi dalam membangun pola pikir, sepatutnya kita sebagai orang tua harus bijak dalam memahami perbuatan dan tingkah laku anak dalam masa pertumbuhan saat ini. ada waktu yang tepat dalam mengawasi serta harus membentak mereka jika sudah terlewat batas,tapi dengan catatan kita harus memberi contoh dg benar di depan mereka dan jangan membiarkan anak berlarut dg ketakutan atas sikap kita terhadap mereka. insyaalloh

misyani - Kalau Anak Selalu Dibentak

saya punya keopnakan yang masya Allah aktif banget alhamdulialah kadang bikin jengkeeeel buanyak orang... ortunya dan banyak keluarga kami mulai membentak dia saking jengkel... aku jadi kasihan dan terimakasih sudah membuat kami tahu ini... sekarang bagaimana memberi tahu ke ortunya ini yang menjadi pikiran saya....

Ryan - Kalau Anak Selalu Dibentak

Ternyata orang tua juga harus banyak belajar dan saling berbagi pengalaman dengan yang lain. Juga praktek ....Semoga kita semua bisa mendidik dengan lebih baik.

Abu Umamah

Ana merasa anak adalah ujian, fitnah. Yah...sabar aza dengan kelakuan anak. Ditegur seperlunya. Didoakan semoga suatu saat berubah....semoga ending nya bisa jadi ahli tauhid. Yang bisa ana sampaikan, orang yang terlalu sering membentak, bentakannya tidak akan mempan lagi. Tapi bagi orang yang jarang membentak, selalu lemah lembut, suatu saat membentak akan memberikan "pressure" yang hebat. Yang lebih baik adalah, selalu dalam keadaan lemah lembut. Ingat kan haditsnya....Allohu a'lam. Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar: